Pedagang Kosmetik Asemka Mengeluh Ada Pungutan Liar Atas Nama Paguyuban
Para pedagang kosmetik di Pasar Pagi Asemka mengeluhkan pembentukan paguyuban yang dibentuk oleh segelintir pedagang dan pengelola gedung.
Edaran pertama yang diterima para pedagang adalah pemberitahuan tentang telah dibentuknya paguyuban. Surat edaran itu tertanggal 22 Januari 2018, yang dikeluarkan oleh Yulius Edison selaku Property Manager Gedung Asemka PT Primantara Wisesa Sejahtera.
Dalam surat edaran yang ditunjukkan oleh pedagang kepada AKURAT.CO, paguyuban tersebut menamakan diri 'Paguyuban Pasar Pagi Asemka', yang terbentuk pada 18 Januari 2018.
"Gak tahu kenapa tiba-tiba ada edaran seperti ini. Saya sih kurang sepakat, apa pentingnya? Tapi gak bisa menolak," kata seorang pedagang yang enggan namanya dituliskan.
Para pedagang merasa aneh dengan pembentukan paguyuban tersebut, lantaran keikutsertaan bersifat wajib. Keanehan selanjutnya, paguyuban mengharuskan para anggotanya membayar iuran sebesar Rp5 juta setiap bulannya.
"Undangan pertemuan yang kedua itu tanggal 3 Februari kemarin. Saya sih gak hadir, cuma diinfoin sama kawan bakal ada pungutan iuran sampai Rp5 juta setiap bulannya," jelasnya.
Seorang pedagang lain turut mengimpali, keanehan yang paling dasar adalah pihak pengelola gedung ikut-ikutan urusan para pedagang yang menyewa kios di Pasar Pagi Asemka. Bahkan, pihak pengelola memberikan ancaman jika ada pedagang yang tidak ikut berpartisipasi tidak akan diberikan perpanjangan sewa kios di Asemka.
"Itu yang paling parah kenapa pengelola gedungnya mengancam. Kita gak boleh sewa lagi di situ," kata dia.
Sejumlah pedagang mengeluhkan hal ini kepada awak AKURAT.CO, ketika awak AKURAT.CO tengah meliput pengecekan banjir di sekitar Jakarta Pusat hingga Jakarta Utara, sore kemarin Senin (5/2).
Pada waktu pengecekan di sekitar ASEMKA, awak media AKURAT.CO beristirahat di warung kopi, kemudian diajak ngobrol oleh seseorang yang mengaku pedagang kosmetik. Ketika ia mengetahui bahwa teman ngobrolnya seorang jurnalis, dengan semangat ia menghubungi teman-temannya. Kemudian terjadilah curhat panjang ini.
"Ada berita nih, baru banget. Kita ada keluhan, gak tahu harus ngadunya kemana" begitu awal mula sejumlah pedang itu curhat.
Paguyuban Pedagang Pasar Pagi Asemka diketuai oleh seseorang bernama Agus, dengan bendahara Riyanto.
Menurut penuturan para pedagang itu, Agus dan Riyanto juga merupakan pedagang kosmetik di bilangan Pasar Pagi Asemka. Namun, mereka lah yang paling berkepentingan dengan adanya pembentukan paguyuban. Sebab, pernah beberapakali berurusan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kepolisian karena melakukan pelanggaran.
"Sebenarnya kita tidak butuh paguyuban kayak gitu. Mungkin buat pedagang yang jual barang abu-abu yang paling butuh. Ya mereka itu," celoteh seorang pedagang lainnya.
Dijelaskan, barang abu-abu adalah produk kosmetik tanpa izin atau kosmetik palsu.
BPOM, Kementerian Kesehatan, dan kepolisian sebelumnya pernah santer melakukan penggerebekan di pusat kosmetik Asemka yang berlokasi di Jakarta Barat atas peredaran kosmetik tanpa izin dan palsu. Pada Oktober 2015 misalnya, berhasil disita 65.185 kosmetik palsu kemasan dan 59 drum bahan baku pembuat kosmetik palsu.
Pada data BPOM, produk kosmetik yang disita seperti pemutih dan penghalus wajah, penghilang jerawat, dan berbagai obat perawatan kulit wajah. BPOM mencatat sedikitnya ada 41 jenis kosmetik berbeda yang ditemukan pada penggerebekan tersebut.
Tahun 2016, BPOM menggerebek 6 gudang penyimpanan kosmetik palsu. Catatan BPOM juga penggerebakan pernah dilakukan pada 2013 silam.
"Kalau gak salah tahun kemarin 2017 juga ada deh, tapi gak rame-rame gitu," kata pedagang.
Pedagang itu juga menuturkan, kalaupun harus ada paguyuban, fungsi dan transparansi harus jelas. Jangan sampai, pengelolaan uang sebesar Rp5 juta per kios menjadi masalah di kemudian hari.
"Saya bilang sama Mas-nya ya. Di sini itu ada katakan 450-an unit kios. Coba kalikan sama Rp5 juta. Berapa? Rp2 miliar lebih boss.. Buat apa uang sebanyak itu setiap bulan?" ujarnya kesal.
Jika dikalikan 12 bulan, maka jumlahnya menjadi sekitar Rp27 miliar. Sebuah angka yang fantastis.
Keberatan mereka dengan pengelola gedung PT Primantara Wisesa Sejahtera juga berkenaan dengan harga sewa kios. Setiap tahunnya mereka harus membayar Rp20 juta per kios. Dan, terus merangkak naik tanpa ada fasilitas yang memadai.
“Kita juga mengeluh harga kios di sini mahal. Tapi, coba lihat gedungnya kayak gak terurus. Ada lift, tapi Cuma pajangan doang. Ujung-ujungnya jadi tangga,” kata dia mengakhiri percakapan sore kemarin.
Komentar
Posting Komentar